twitter

Kita adalah manusia yang sama, sama-sama ciptaan Tuhan. Walaupun
sebutannya berbeda-beda, karena memang Tuhan tidak dapat digambarkan
dengan kata-kata. Tulisan adalah terbatas, tidak dapat menjelaskan sesuatu
yang tidak dapat dijelaskan. Bagaimana menjelaskan rasa strawbery,
bagaimana menuliskan suara kicauan burung atau ayam berkokok, walaupun
ribuan kata-kata tidak akan mampu menjelaskan semuanya itu. Yang
diperlukan hanyalah mencicipi sendiri buah strawberry, mendengarkan sendiri
suara kicauan burung dan kokokan ayam di pagi hari. Hanya Membaca saja
semuanya itu tidak cukup, apalagi jika menjadikan bacaan itu sebagai
pegangan, dipegang erat-erat. Padahal itu bukanlah buah strawbery, bukan
pula kicauan burung dan suara ayam berkokok.



Seperti seorang pengelana yang telah menemukan suatu taman yang sangat
indah, dia menggambarkan peta untuk menuju ke taman yang indah itu. Dia
ingin setiap orang merasakan keindahan taman itu, merasakan indah dan
harumnya bunga, melihat rangkaian kupu-kupu yang beterbangan dan
sesekali pelangi yang muncul di kala hujan rintik-rintik. Namun sayangnya,
masyarakat hanya memandangi peta itu, kemudian karena saking
berharganya peta itu dipajang, kemudian dipuja dan disakralkan. Di suatu
waktu, masyarakat terpecah dan kemudian berperang karena perbedaan
pendapat menafsirkan peta itu. Banyak korban yang berjatuhan. Tidakkah
kita menyadari, itu hanyalah peta, hanyalah penunjuk jalan menuju suatu
taman yang indah. Yang perlu dilakukan hanyalah melihat jalan yang ada di
peta itu kemudian melangkahkan kaki menuju taman yang dituju. Melihat
sendiri taman bunga, kupu-kupu dan pelangi. Tidak perlu adanya perdebatan,
tidak perlu ada pertumpahan darah. Tiap orang bebas memilih jalan yang ada
di peta itu.



Kemanusiaan itu diatas segalanya, diatas segala latar belakang yang ada.
Lihatlah secara utuh, secara keseluruhan. Manusia yang memiliki hati dan
perasaan, manusia yang bisa tersenyum, tertawa, bahagia. Manusia yang
hatinya bisa merasakan kepedihan dan rasa sakit. Manusia yang ketika mati
akan kembali ke tanah. Kita sama-sama manusia. Lihatlah ke dalam matanya,
ke dalam jendela jiwanya. Tidak ada perbedaan, karena jiwa kita sama.
Esensi dari jiwa kita adalah sama. Perbedaan muncul karena adanya ilusi dan
dualitas. Kita menganggap diri kita lebih baik, lebih kaya, lebih miskin, lebih
suci. Kenyataannya manusia yang dianggap paling hinapun adalah manusia
yang sama dengan kita. Beberapa menjalankan perannya masing-masing
sesuai dengan tugas hidupnya. Semua ini hanya ada di dalam pikiran kita
saja. Sesungguhnya semua ini tidaklah kekal. Dualitas, perputaran hidup,
susah senang, baik buruk, kaya miskin hanyalah bersifat sementara. Namun di
balik itu, kita hanyalah manusia biasa yang sedang mencari jati diri kita yang
sesungguhnya.


Lihatlah alam, Lihatlah semesta. Alam bergerak dalam keseimbangan,
harmonis, saat bunga tumbuh dan mekar ia akan mekar dengan alami, saat ia
akan berbuah dia akan berbuah dan saatnya mati dia akan mati. Semua
terjadi alami dan dalam keadaan harmonis, tenang dan damai. Begitupun di
dalam diri manusia. Bunga-bunga itu adalah hati nurani kita. Bunga-bunga itu
adalah cinta dan kasih sayang. Bunga-bunga ini hanya dapat tumbuh di
dalam hati yang senantiasa mengucap rasa syukur dan terima kasih, sebuah
sikap ketenangan, keharmonisan dan kedamaian.


Lihatlah Semesta, betapa kecilnya manusia itu, bahkan lebih kecil dari setitik
debu. Masihkan kita mengganggap diri kita hebat, sombong dan merasa lebih
baik dari setiap orang. Hanyalah setitik debu,setitik debu. Apabila kita
menyadari hal ini, kita sebagai manusia akan merasakan adanya kesatuan dan
kebersamaan. Adanya keinginan tulus untuk membantu sesama, menolong
sesama, karena kita hanya setitik debu, hanyalah peran kecil dalam semesta
yang maha luas.



Manusia memiliki sayap-sayap bercahaya, sayap-sayap kemanusiaan, cinta
kasih dan perdamaian. Lebarkan Sayap-Sayapmu itu, luaskan hatimu karena
cahaya-cahaya itu ada di dalam hatimu. Cahaya itu akan memberikan
keteduhan. kesejukan dan kedamaian. Milikilah rasa syukur, tulus dan i
khlas. Karena hanya dengan itu cahaya di dalam diri kita akan menjadi
semakin terang dan akan memancar keluar bagaikan kepakan sayap-sayap
burung dan terbang melesat ke angkasa menuju kebebasannya.
Sabtu, 26 Februari 2011 | 0 comments | Labels:

0 comments:

Posting Komentar